Pangan khususnya beras menjadi permasalahan nasional yang kerap menyita perhatian lebih, padahal beras menjadi sumber pangan yang sangat penting di dunia, terutama di Indonesia. Salah satu kendala dalam budi daya padi ialah serangan hama dan infeksi pathogen.
Produktivitas padi menjadi tidak optimal bahkan terancam mengalami puso gagal panen apabila terinfeksi virus pada fase awal pertumbuhan padi atau fase vegetatif di pesemaian. Potensi kehilangan hasil panen bervariasi tergantung pada umur tanaman saat terinfeksi, lokasi dan titik infeksi, musim tanam dan varietas padi.
Penyakit tungro, mengancam petani
Di Indonesia, beberapa jenis virus telah menginfeksi tanaman padi, antara lain ialah penyakit tungro yang menjadi permasalahan dalam usaha peningkatan produksi padi nasional. Penyakit ini menempati urutan ke lima dari hama dan penyakit penting pada padi setelah penyakit wereng coklat, penggerek batang, tikus dan blast. Infeksi penyakit tungro oleh dua jenis virus yang biasanya menginfeksi secara bersamaan. Kedua virus tersebut ialah rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan rice tungro spherical virus (RTSV) yang ditularkan oleh wereng hijau (Nephotettix virescens) secara semipersistent.
Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus dari adanya aktivitas menghisap tanaman yang telah terinfeksi kemudian berpindah dan menghisap tanaman sehat. Vektor memerlukan waktu selama 15-30 menit untuk memperoleh virus dari sumber inoculum dan melakukan penularan selama 10-30 menit.
Dilansir oleh Dinas Pertanian 2018, bahwa sejak tahun 1981, penyakit ini telah menyebar dari Sulawesi, Bali, Lombok, dan Pulau Jawa. Bahkan saat ini dapat disampaikan hampir keseluruhan sentra produksi padi tidak terlepas dari infeksi penyakit tungro
Penyakit ini memiliki gejala warna daun yang menguning sampai orange mulai dari ujung daun muda. Jumlah anakan berkurang, kerdil dan perkembangan akar terhambat. Gejala akan timbul mulai dari 6-15 hari setelah tanaman positif terinfeksi. Pada penyakit tungro, tanaman muda akan lebih rentan terinfeksi dari pada tanaman yang memiliki usia lebih lama (tanaman tua). Jika tanaman berusia 2 bulan tidak menunjukan adanya infeksi penyakit, maka penyakit tungro akan memiliki presentase kerusakan yang lebih kecil.
Pengendalian penyakit tungro
1. Waktu dan pengaturan jarak tanam tepat
Penentuan waktu tanam yang tepat menjadi pilihan dalam mengendalikan serta menekan kemungkinan terinfeksi virus tungro. Usaha pengendalian yang dapat dilakukan ialah dengan menanam sebelum terjadi kepadatan populasi vektor (hewan yang bertindak sebagai penular). Sehingga, ketika populasi wereng hijau tinggi, maka tanaman telah masuk pada fase generatif dan dapat mengurangi tekanan infeksi penyakit tungro.
Penanaman dengan cara jajar legowo dua baris atau empat baris mampu menekan persebaran infeksi tungro dengan adanya baris yang kosong.
2. Pengaplikasian bioinsektisida
Pemanfaatan bioinsektisida sebagai agen hayati pada pengendalian hama merupakan salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT). Penggunaan bioinsektisida dalam pengendalian hama tanaman merupakan salah satu alternative penggunaan bahan alami ramah lingkungan.
Salah satu produk agen hayati ramah lingkungan ialah By-Vii yang mampu menanggulangi serangga hama yang merugikan, tak terkecuali hama wereng hijau (Nephotettix Virescens).
By-Vii dengan bahan active fungi Beauveria bassiana, yang mana jamur akan masuk melalui intersegment kulit serangga sasaran dan dengan prosentase serta chitinase yang akan menyerang kulit serangga sehingga terinfeksi membentuk lapisan putih pada serangga hama (sporal bodies) dan mengakibatkan kematian serangga hama serta akan memberi efek penularan pada seranggga hama lainnya.
sumber:
distan.bulelengkab.go.id
Mimi, Sutrawati, et al. “DETEKSI VIRUS TUNGRO PADA PADI DI BENGKULU.” Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 21.2 (2019): 99-102.