Cabai merupakan salah satu komoditas pertanian dengan tingkat permintaan yang tinggi di Indonesia. Masyarakat Indonesia membutuhkan cabai rawit pada kisaran 3 kg/kapita dalam setahun (Warisno dan Dahana, 2016). Jika jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta orang, berarti dibutuhkan sebanyak 750 juta ton pertahun. Namun seiring dengan peningkatan jumlah permintaan, tantangan para petani cabai juga semakin meningkat. Salah satu tantangan tersebut yaitu adanya penyakit antraknosa. Penyakit antraknosa menjadi masalah besar dalam budidaya tanaman cabai rawit sehingga hasil panen tidak maksimal..
Penyakit antraknosa pada tanaman cabai dapat disebabkan oleh jamur Colletotrichum acutatum, C. gloeosporioides, atau C. capsici. Para petani biasanya menggunakan pestisida atau fungisida sintetik untuk mengatasi jamur ini. Namun penggunaan pestisida sintetik yang tidak bijaksana dan berlebihan dapat memberikan dampak negatif pada lingkungan. Residu pestisida sintetik dapat membahayakan kesehatan hewan dan manusia karena terakumulasi dalam produk-produk pertanian. Selain itu dapat mengurangi predator alami dan menyebabkan resistensi patogen (Muliani dkk., 2019).
Agens Hayati Trichoderma sp.
Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan agensia hayati. Agensia hayati adalah organisme yang dalam tahap perkembangannya dapat dipergunakan untuk pengendalian organisme lain yang mengganggu pertumbuhan tanaman. Contoh agensia hayati yang dapat dipergunakan untuk menekan pertumbuhan jamur Colletotrichum sp adalah jamur Trichoderma sp.
Trichoderma sp. berpotensi sebagai pengendali hayati patogen jamur Colletotrichum capsici dengan aktivitas selulotiknya serta sifatnya yang hiperparasit terhadap jamur patogen. Trichoderma spp. bekerja dalam mengendalikan jamur Colletotrichum capsici dengan cara berkompetisi menyerang tempat yang belum diduduki, lalu akan membelit dan memenuhi tempat di sekitar hifa cendawan inang. Trichoderma spp. juga mempunyai kemampuan menghasilkan enzim kitinase yang dapat merusak dinding sel C. capsici (Muliani dkk., 2019). Pemanfaatan Trichoderma sp. diharapkan dapat membantu pengendalian penyakit tanpa mengganggu kondisi lingkungan.
Pradipta Paramita memiliki produk agensia hayati Trichor-TM yang mengandung jamur Trichoderma sp 1,7 x 107 CFU/g, Trichoderma viridae 1,2 x 107 CFU/g, dan Trichoderma harsianum 1,3 x 107 CFU/g. Cara aplikasi cukup mudah, yaitu dengan mencampurkan 100 gram Trichor-TM dengan 15 liter air (tangki semprot), aduk, dan siramkan secara merata dari batang hingga akar tanaman. Bila perlu dapat diulang 2-3 minggu