Vibrio merupakan bakteri gram negatif yang sering ditemukan di lingkungan perairan. Beberapa spesies bisa menyebabkan penyakit pada manusia maupun hewan. Deteksi keberadaanibrio dapat dilakukan dengan menggunakan media spesifik, salah satu media spesifik yang sering digunakan ialah TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Salts Sucrase) (Idami dan nasution, 2020) Prinsip kerja deteksi vibrio dengan TCBS adalah gram empedu menghambat pembuluh bakteri gram negatif selain vibrio. Bakteri vibrio yang mampu tumbuh akan memfermentasi sukrosa.
Spesies yang kerap dijumpai adalah Vibrio cholerac, dengan koloni berwarna kuning, karena memfermentasi sukrosa dan menghasilkan asam. Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio harveyii dengan koloni hijau, karena tidak memfermentasi sukrosa. Vibrio sp merupakan salah satu jenis bakteri patogen yang dapat menginfeksi hewan budidaya. Koloni vibrio berwarna hijau lebih berbahaya karena menyebabkan penyakit vibriosis atau penyakit kunang pada udang. Vibrio dengan koloni hijau mampu menyebabkan tubuh udang menghasilkan cahaya dari efek samping pemanfaatan sukrosa. Penyakit tersebut ditandai dengan bercak putih bagian telson, ekor warna merah dan melanosis pada tubuhnya.
Trichoderma sp, dapat menghasilkan beberapa enzim seperti kitinase, protease, serta lipase yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi dinding dan membran sel patogen. Enzim tersebut dilaporkan dapat berperan sebagai elisitor dalam menginduksi ketahanan tanaman, selain itu potensi strain Trichoderma sp, dalam menstimulasi dan menginduksi ketahanan tanaman perlu diteliti seperti halnya dengan mikroorganisme lain.
Studi mengenai Trichoderma sp pada kegiatan perikanan masih cukup terbatas. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian Trichoderma sp. terhadap imunitas udang vaname, khususnya untuk menguji potensi Trichoderma sp. sebagai anti bakteri dan imunitas pada udang vaname.
Hasil Pengamatan
Trichoderma sp terkandung dalam produk probiotik Paraqua Tricho
Berdasarkan tabel 1. dapat dilihat bahwa pengaruh pemberian kultur paraqua trico dalam mereduksi vibrio terjadi pada hari ke-7. Pada perlakuan P1 digunakan dosis sesuai yang tertera pada kemasan, yaitu 0.2-0.3 ppm, berdasarkan hasil pengamatan terjadi kenaikan jumlah vibrio setelah masa inkubasi, namun pada hari ke-7 terjadi reduksi jumlah vibrio. Pada perlakuan P2, setelah mengalami kenaikan vibrio, terjadi peng8urangan jumlah total vibrio yang spesifik pada hari ke-7 menjadi 6 x 10^2 cfu/mL. Kenaikan jumlah vibrio setelah dikultur dapat terjadi karena pemambahan molase menjadi sumber karbon bagi vibrio untuk tumbuh.
Tabel 2, menunjukan adnya pengurangan total koloni vibrio, terutama ibrio hijau yang menyebabkan penyakit vibriosis. Meskipun pada kondisi awal sampel perlakuan menghasilkan jumlah koloni ibrio yang lebih banyak dan kontrol, namun dengan penambahan paraqua tricho mampu menurunkan total koloni ibrio kuning sebesar 87% dan vibrio hijau 99% pada hari ke-3 dan 100% pada hari ke-7. Berdasarkan hasil yang diperoleh sampel dengan konsentrasi 0.2 ppm menghasilkan TVC yang masih memenuhi standar mutu air kolam yaitu tidak lebih dari 10^4 cfu/ml.
Pada percobaan ini juga digunakan air laut untuk melarutkan media TCBS, penggunaan air laut tersebut tidak biasa digunakan. Hal tersebut dikarenakan pembuatan media TCBS tidak melebihi proses autoclave atau sterilisasi, air laut mengandung kadar garam yang dapat mempengaruhi pH media optimal, ion-ion dalam air laut seperti Na+, Mg+, Cl- dapat berinteraksi dengan komponen TCBS dan mempengaruhi kerja indikator TCBS. Hal tersebut berdampak pada media TCBS yang berubah dari hijau menjadi kuning meskipun jumlah ibrio yang tumbuh hanya sedikit.
Kesimpulan
Paraqua Tricho mampu mengurangi pertumbuhan vibrio dengan dosis normal 0.2 ppm, dan pada 10x dosis 2 ppm terjadi penurunan jumlah vibrio yang signifikan pada hari ke-7.